Senin, 04 Februari 2013

KEAKRABAN YANG TERJALIN



 Setelah pertemuan dan perkenalan itu, Yudi dan Sofi semakin dekat. Yudi ternyata juga hanya tinggal bersama satu orang tua, yaitu Papahnya. Mamahnya meninggal karena kecelakaan pesawat ketika hendak berlibur keluar negeri. Yudi termasuk orang yang berada namun begitu dia tidak pernah merasa tinggi hati dan menyombongkan diri. Dia pemuda yang mandiri dan sangat sederhana.  Karena kesederhanaan itulah Aina Sofia akhirnya jatuh hati pada Yudistira Pratama.

Suatu hari, Sofi pergi ke sebuah supermarket membeli kebutuhan yang sudah hampir habis di rumah, ditemani oleh seorang sahabatnya bernama Wulan. Lalu di tengah perjalanan pulang ban motornya maticnya bocor. 

“Aduh gimana nih Lan, bannya bocor,” dengan wajah kesal.
“Hmmm,, gimana dong Fhi, bengkel dari sini masih jauh” ujar Wulan kebingungan.
“Iya nih, mana bentar lagi bakal turun hujan” Sofi mengeluh.
Tak berapa lama sebuah motor dari jauh melaju dengan kecepatan 60 km/jam. “Stop, stop, stooppp” Sofi dan Wulan berbarengan menghentikan motor tersebut. Lalu si pengendara menghentikan laju motornya dan membuka helmnya “Mbak Sofi?”, “Mas Yudi?” sahut Sofi, tersenyum dan merasa lega. 

“Kenapa mbak?”
“Ini lho mas, ban motorku bocor. Aku bingung mas soalnya bengkel dari sini masih jauh.”
Wulan hanya tercengang melihat sosok tampan yang ada dihadapannya, tak berkata apa-apa. “Hmm, sebentar mbak. Aku ada langganan bengkel, nanti aku telpon dia suruh kesini buat gantiin ban motornya mbak Sofi, nggak lama kok.” Yudi menawarkan, lalu menelpon bengkel langganannya.

“Tapi nggak bakalan lama kan mas? Soalnya Mamah nungguin di rumah, mau bikin kue untuk arisan.” Kata Sofi
“Iya nggak lama, sebentar lagi juga datang.” Yudi tersenyum.
Sembari menunggu tukang bengkel langganan Yudi datang mereka pun menghampiri penjual bakso yang sedang nongkrong di pinggir jalan.
“Baksonya 3 yah  mas.” Pesan Sofi kepada mas penjualnya, sambil melebarkan senyum khasnya.

Hati Yudi berbisik pelan “Ya Tuhan, gadis ini sungguh menawan. Tutur bahasanya begitu lembut, parasnya yang ayu, sikapnya begitu baik dan sangat bersahaja. Hatinya bagai mutiara. Siapakah yang telah memiliki hatimu duhai gadis berparas ayu…..?. Yudi tersentak. 

“Ehm, mas Yudi pernah kan makan bakso?” Sofi bertanya agak malu.
“Lho kok mbak Sofi  bertanya seperti itu? Apa karena aku anak orang berada sehingga mbak Sofi memandangku seperti itu? Tenang saja mbak, aku juga punya langganan penjual bakso, kapan-kapan aku akan ngajak mbak Sofi makan disana. Di jamin mbak Sofi bakal ketagihan.” Mereka pun tertawa. “Ya Tuhan, betapa sederhananya pemuda ini, biarpun dia orang kaya tapi dia tidak pernah menyombongkan diri atas apa yang dimilikinya. Dia tampan, cerdas, mandiri, dewasa dan sepertinya penyayang. Sempurna. Andai aku………..” Sofi berceloteh dalam hati hingga lamunannya dipecah oleh pertanyaan Yudi. 

“Ngomong-ngomong, ini siapa mbak? Dari tadi dia kok nggak pernah ngomong, hanya sesekali menatapku.”
“Oh, kenalin mas ini Wulan. Sahabatku dari kecil.”
“Wulan ini mas Yudi, teman aku yang kuceritakan kemarin.” Merekapun berjabat tangan, berkenalan dan berbincang-bincang.

Akhirnya, ban motor Sofi selesai juga ditambal. “Mas Yudi, makasih yah. Aku memang selalu merepotkan.” Ujar Sofi.
“Ah, nggak apa-apa kok mbak Sofi. Santai saja.”.
“Ya udah mas. Aku pamit dulu, Mamah dari tadi udah nunggu. Ayo Lan.”
“Iya hati-hati mbak. Eh nggak usah bilang mas, Yudi aja. Kan kenalnya udah lama.”
“Iya mas, e-eh Yudi maksudnya. Iya Yudi. Aku juga, Sofi aja. Nggak usah pake mbak, kesannya ketuaan banget. He…he…
“Ekhmmm…… Uuuhh kalian ini, bercandanya udah dulu yah bentar lagi hujan tuh. Ayo Fhi.” Ketus Wulan sambil mengajak Sofi pulang.

0 comments :

Posting Komentar

Silahkan Comment